Terbentanglah alam dengan cahayanya memancarkan
kilauan disekelilingnya. Wilayah yang berdiri diantara bulatnya bumi, kami
telah ada disana sejak dilahirkan. Mendapatkan pelajaran hidup berawal dari
sini. Rumah masih jarang karena terletak dipinggiran kota. Kota ini belum
megah, bagunannya masih mengambarkan bentuk di masa lampau, masa nenek moyang
kita masih terjajah. Aku harus meneruskan ini. Kondisi tempatku belajar memacu
diri untuk menjadi lebih baik dari keadaan yang ada. Di dunia ini banyak hal
yang membuat orang merasakan ketidakadilan. Namun hal itu hanya dirasakan oleh
orang yang tidak tahu mengapa mereka ada.
Dalam
tubuh terdapat zona vital insan yang seyogianya dapat memuliakan diri. Ketidakadilan
timbul karena sebagian dari kita tidak menyadari zona itu ada untuk membuat
semuanya tidak perlu merasakan hal tersebut. Lihatlah gradien warna pelangi
begitu banyak warna dan setiap warna memiliki keindahannya sendiri. Seperti
halnya insan, kita dapat berbeda tapi setiap kita telah diberikan kelebihan masing-masing.
Aku
hanya anak dari seorang yang biasa dan setiap langkah kaki penuh dengan
kesederhanaan. Bangku ini yang menemaniku memahami hidup dan bangku ini akan
berubah setelah aku melewati ujiannya. Suasana sekolah dasar selalu
bersemangat, kawan sejati, kawan biasa bercampur baur. Ya… sekolah sejatinya
tempat kita menimba ilmu tapi wadah ini dapat juga menjadi tempat menemukan
kawan sejati. Tidak banyak dari teman seperjuangan menjadi terpisah karena
tingkat ekonominya yang tidak sama dengan yang lainnya.
Daerah
ini belum maju. Anak sekecil ini harus bisa menopang hidup diantara orang
yang kehidupannya telah terjamin oleh
kekayaan orang tua mereka. Membantu orang tua dengan tubuh yang masih kecil
sungguh jalan ini sangat memberi berkah nantinya. Hari di bangku sekolah adalah
menyenangkan karena menempuh dunia pendidikan sangatlah berharga bagi aku yang
ingin mengubah apa yang ada.
Kawanku
yang periang aku bangga berada disamping kalian. Bangku ini telah mengajarkan aku
menghargai setiap apa yang diberikan. Ibu… Aku tahu mengapa kau selalu
membangunkanku di saat subuh. Kau tidak ingin anakmu telambat dan salah
menentukan sikap disaat matahari menyinari sampai tinggi. Aku sungguh
beruntung. Kawanku belajar selalu ceria tak satu yang kurang darinya dan mampu
berbelanja apa yang diinginkannya tapi ia tidak pernah dibangunkan oleh ibunya
disaat subuh. Oh… sungguh kita dilahirkan dengan kelebihan masing-masing.
Keluarga
ini lahir dari dara pedagang. Dibesarkan karena hasil jerih payah yang teramat
panjang. Kakak yang sabar selalu menenangkan dan mengarahkan. Kita semua sama
bangun subuh sesubuh mungkin, kata kakak. Orang yang telah melahirkanku ke
dunia adalah insan dengan pendirian teguh dan pekerja keras. Ya… karena mereka
pernah merasakan hidup dalam udara penjajahan jadi mentalnya pun mental
pejuang. Mereka adalah pejuang rezki halal untuk hidup anak yang dikasihinya.
Gedung
yang tertata rapi diantara rerumputan
hijau melewati rumah dengan selingan tanah kosong bagai lorong tak berujung.
Memang rumah disini masih jarang. Pembangunan baru akan dimulai. Perumahan masyarakat yang baru dibangun cukup
memberikan riak mata setelah melihatnya. Aku selalu melewati sela diantara
rumah itu. Begitu pula kakakku. Melewatinya dengan hati penuh pengharapan.
Jalan ini tempatku menjajakan dagangan. Banyak orang mengenalku karena sebagian
dari mereka adalah teman sekolah. Pembangunan telah membuka jalan keluargaku
untuk membangun hidup.
Hari
menginjakkan kaki dibumi yang indah dengan berbagai kesibukan dan orientasi
kedepan tidak pernah meninggalkan kisah yang buruk. Setiap hari dijalani dengan
baik, siang sampai malam. Saat terang aku menggunakan kaki melangkah untuk
kebaikan semua dan gelap aku menggunakan mata, telinga untuk kebaikan masa
depanku. Sebagai pelajar tugasku belajar. Belajar tidak pernah berakhir sulit
karena belajar adalah solusi untuk mengalahkan kesulitan. Belajar paling bagus
kalau di malam hari sampai subuh. Aku dan kakak selalu melakukan itu.
Keluarga
ini sangat memperhatikan kemampuan ilmu yang dimiliki. Orangtua selalu
mengingatkan tentang itu. Ibu tidak jarang menceritakan betapa sulit ia
mendapatkan ilmu dimasa mereka, hingga ia harus meronta-ronta kepada
orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan. Kemelut pola pikir orangtua terdahulu
selalu mengutamakan pria mengenyam pendidikan sedang wanita harus mengurus
pekerjaan rumah. Hal itu tidak ingin terjadi pada anaknya.
Sekarang
rumah tampak ramai, kakak sulungku baru saja tiba dari perantauan. Kakak Sumi
namanya. Ia tampak bahagia. ia terpaksa harus jauh dari keluarga, karena
kekecewaannya pula. Teman seangkatanya tahu kalau kakakku yang satu ini
tergolong orang cerdas dibangku sekolah. ia ingin sekali melajutkan kuliah ke
perguruan tinggi. Namun keadaan ekonomi yang buruk membuatnya harus mengubur
keinginan itu. Aku tahu kakak masih ingin melanjutkan belajarnya kan..? Kataku
pada kakak. Ya dek, Jawab kakakku. Ia hanya bisa berharap walau harapan itu
sudah hampir pupus.
Sebagai
anak pertama kakak terkadang merasa kurang beruntung. Keadaan pulalah yang
membuat dia tidak beruntung. Kali ini orangtuaku merasa terpukul karena
terpaksa tidak dapat mewujudkan impian anaknya dan persis seperti yang ibu
rasakan terdahulu. hidup tidak akan berubah jika kita tidak merubahnya. Orangtuaku
merasa belum berhasil merubah hidup. Tapi kita bagai satu warna pelangi dan yakinlah
yang Maha Kuasa telah menitipkan keindahan disana.
Aku
tahu semua orangtua ingin anaknya sukses dan kesuksesan diperoleh dengan kerja
keras diawalnya. Kita masih ada waktu untuk merubah ini. Hidup layaknya terjun
di medan peperangan siapa yang kuat maka ia akan bertahan hidup dalam waktu
yang lama. Menghargai udara yang dihirup sebagai rahmat dariNYA dengan
melakukan apa yang diperintahkan dan menjauhi laranganNYA sungguh menjadi
kekuatan terbesar disaat jiwa terhimpit peperangan yang sengit
“masih ada waktu merubah yang ada”
Selamat menunaikan Ibadah puasa 1434 H. Semoga amal ibadah kita diterima disisi Allah
SWT amin…, tiada kata seindah doa
pengharapan kita…, semoga bermanfaat buat kawanku pembaca. Wa’alaikumusalam Wr.
Wb. (melly)